Industri nuklir di Iran memang sudah sejak lama menjadi perhatian Dunia yang
membuat beberapa negara besar di dunia khawatir akan perkembangannya. Sejak
diketahui oleh dunia Internasional bahwa Iran memiliki industri nuklir pada
tahun 1957. Banyak negara yang menganggap industri nuklir Iran merupakan
industri yang ditutup-tutupi oleh pemerintah Iran. Tidak terkecuali Amerika
serikat sebagai negara adidaya dengan militer yang besar. Menanggapi hal ini,
Barack Obama sebagai presiden Amerika serikat pada tahun 2009 melaporkannya ke
dewan keamanan PBB. Obama tidak menghiraukan bagaimana kedekatan antara Amerika
serikat dengan Iran yang pada dasarnya memang sudah terjalin sejak awal abad
ke-19 karena begitu takutnya Amerika serikat terhadap industri nuklir Iran. Upaya
Amerika Serikat melaporkan isu pengayaan uranium Iran untuk membuat mengembangkan
indutri nuklir menjadi ancaman bagi keamanan dunia merupakan sebuah bentuk sekuritisasi kepentingan
nasional Amerika Serikat terhadap Iran, khususnya dalam menjaga hegemoni di
kawasan Timur Tengah.
Upaya sekuritisasi Amerika serikat ini sebenarnya sudah
dilakukan sejak tahun 1968 dibuktikan dengan usaha Amerika serikat untuk
membuat atau memaksa Iran mau menandatangani
NPT (Nuclear Non-Proliferation Treaty) pada tahun 1970 silam. NPT mengizinkan kepemilikan senjata
nuklir hanya bagi lima negara yaitu AS, Rusia, Cina, Inggris,dan Perancis.
Kelima negara ini dijuliki sebagai 'Nuclear-Weapon States'. Dengan dasar
persetujuan Iran terhadap NPT inilah Amerika serikat dipimpin Barack Obama
melaporkan Iran telah melanggar isi perjanjian di NPT. Sebagai hasilnya Dewan
Keamanan PBB menjatuhkan sanksi terhadap Iran yang didukung oleh hampir
seluruh negara-negara di dunia yaitu
Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika Latin namun ada juga yang menentangnya yaitu
Turki dan Brazil. Selain itu Badan Energi Atom Internasional (IAEA) juga
diminta untuk melakukan penelusuran terhadap beberapa fasilitas dan industri
nuklir di Iran yang dituduh melakukan pengayaan uranium untuk kepentingan
militer Iran. Kemudian menurut laporan pada bulan Februari tahun 2009
mengatakan bahwa Iran terus melakukan upaya pengembangan uranium dan menolak
pula untuk mempublikasikan rancangan reaktor air atom IR-40. Pada tahun 2009
Hillary Clinton, menteri luar negeri Amerika serikat pada saat itu juga mengatakan
bahwa pemerintahan Amerika Serikat tidak akan membiarkan Iran memproduksi bahan
bakar nuklir independen bahkan dalam pengawasan badan internasional sekalipun.
Kemudian hal itu diikuti dengan kebijakan Amerika Serikat yang dinilai
provokatif terhadap Israel dengan memberikan Bom Bunker. Menanggapi kebijakan
tersebut Iran tidak peduli dan acuh, Iran terus melakukan pengembangan program
penegembangan nuklirnya. ”Iran akan menjadi negara nuklir dan jika Israel
menyerang kita, kita akan membalasnya dengan ribuan peluru..” kata Ahmaddinejat
di sebuah pidato peringatan 31 tahun Revolusi Islam Iran pada 11 Februari 2010
yang lalu.
Selain
melaporkan ke Dewan Keamanan PBB sekuritisasi Amerika serikat terhadap Iran
juga dilakukan melalui perundingan multilateral. Perundingan nuklir Iran dengan
enam negara lain yaitu AS, Inggris, Perancis, Jerman, China dan Rusia. Perundingan
tersebut dilakukan Kazakstan pada pertengahan tahun 2012. Bisa dikatakan bahwa
upaya Amerika serikat menanggapi indutri nuklir di Iran ini merupakan upaya
pendekatan yang lebih bersifat Smart
Power dibandingkan pendekatan yang bersifat Hard Power.
Alasan
mengapa Amerika serikat terlihat begitu takut akan perkembangan industri nuklir
di Iran, karena senjata nuklir merupakan alat politik yang dapat digunakan oleh
sebuah negara untuk mengancam negara lain
dalam proses pencapaian kepentingan nasional suatu negara, atau dapat
juga kita sebut sebagai alat dalam
diplomasi internasional. Demikian terlihat jelas bahwa perkembangan senjata
nuklir di Iran adalah sebuah ancaman bagi Amerika Serikat khususnya dalam
kawasan Timur-Tengah karena akan menaikan prestige
Iran dalam kancah politik internasional. Selain itu Iran juga merupakan negara
dengan mayoritas muslim syiah yang dikhawatirkan jika perkembangan industri
nuklir tersebut membesar akan mengancam negara-negara lain di kawasan
Timur-Tengah yang didominasi oleh Islam Sunni, seperti Arab Saudi. Demikian tersebut
dapat mendorong negara lain (khusunya yang didominasi oleh sunni) untuk juga
memiliki senjata nuklir.
Namun
dibalik usaha sekuritisasi Amerika serikat seperti yang telah dijelaskan diatas,
dalam pidatonya menurut Barrack Obama jalan damai melalui perundingan dan
diplomasi masih menjadi prioritas kebijakan luar negeri Amerika Serikat
terhadap Iran untuk menyelesaikan perselisihan ini. Negosiasi yang bersifat
bilateral maupun multilateral tetap menjadi instrumen primer dalam penyelesaian
kasus ini. Namun apabila dalam implementasinya Iran tetap melanjutkan program
pengembangan industri nuklirnya yang bersifat ofensif dan demi kepentingan
militer untuk mengancam negara lain tersebut, maka Amerika Serikat akan mengambil segala cara yang dirasa pantas untuk
dilakukan guna menghentikan pengembangan industri nuklir tersebut dan tentunya
dengan mempertimbangkan semua konsekuensi yang akan didapatnya. Dapat
kita lihat dari cuplikan isi pidato Obama diatas, bagaimana Amerika Serikat dengan berbagai tingkah lakunya
berusaha memanipulasi realitas dan memberikan stimulus bagi negara lain untuk
mengikuti langkah mereka. Amerika Serikat terdengar begitu berupaya untuk
menghentikan program indutri nuklir Iran dengan melakukan berbagai cara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar