Minggu, 22 November 2015

Bentuk Sekuritisasi Amerika Serikat Terhadap Nuklir Iran



Industri nuklir di Iran memang sudah sejak lama menjadi perhatian Dunia yang membuat beberapa negara besar di dunia khawatir akan perkembangannya. Sejak diketahui oleh dunia Internasional bahwa Iran memiliki industri nuklir pada tahun 1957. Banyak negara yang menganggap industri nuklir Iran merupakan industri yang ditutup-tutupi oleh pemerintah Iran. Tidak terkecuali Amerika serikat sebagai negara adidaya dengan militer yang besar. Menanggapi hal ini, Barack Obama sebagai presiden Amerika serikat pada tahun 2009 melaporkannya ke dewan keamanan PBB. Obama tidak menghiraukan bagaimana kedekatan antara Amerika serikat dengan Iran yang pada dasarnya memang sudah terjalin sejak awal abad ke-19 karena begitu takutnya Amerika serikat terhadap industri nuklir Iran. Upaya Amerika Serikat melaporkan isu pengayaan uranium Iran untuk membuat mengembangkan indutri nuklir menjadi ancaman bagi keamanan dunia merupakan sebuah bentuk sekuritisasi kepentingan nasional Amerika Serikat terhadap Iran, khususnya dalam menjaga hegemoni di kawasan Timur Tengah.  
Upaya sekuritisasi Amerika serikat ini sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 1968 dibuktikan dengan usaha Amerika serikat untuk membuat atau memaksa Iran mau menandatangani NPT (Nuclear Non-Proliferation Treaty) pada tahun 1970 silam. NPT mengizinkan kepemilikan senjata nuklir hanya bagi lima negara yaitu AS, Rusia, Cina, Inggris,dan Perancis. Kelima negara ini dijuliki sebagai 'Nuclear-Weapon States'. Dengan dasar persetujuan Iran terhadap NPT inilah Amerika serikat dipimpin Barack Obama melaporkan Iran telah melanggar isi perjanjian di NPT. Sebagai hasilnya Dewan Keamanan PBB menjatuhkan sanksi terhadap Iran yang didukung oleh hampir seluruh  negara-negara di dunia yaitu Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika Latin namun ada juga yang menentangnya yaitu Turki dan Brazil. Selain itu Badan Energi Atom Internasional (IAEA) juga diminta untuk melakukan penelusuran terhadap beberapa fasilitas dan industri nuklir di Iran yang dituduh melakukan pengayaan uranium untuk kepentingan militer Iran. Kemudian menurut laporan pada bulan Februari tahun 2009 mengatakan bahwa Iran terus melakukan upaya pengembangan uranium dan menolak pula untuk mempublikasikan rancangan reaktor air atom IR-40. Pada tahun 2009 Hillary Clinton, menteri luar negeri Amerika serikat pada saat itu juga mengatakan bahwa pemerintahan Amerika Serikat tidak akan membiarkan Iran memproduksi bahan bakar nuklir independen bahkan dalam pengawasan badan internasional sekalipun. Kemudian hal itu diikuti dengan kebijakan Amerika Serikat yang dinilai provokatif terhadap Israel dengan memberikan Bom Bunker. Menanggapi kebijakan tersebut Iran tidak peduli dan acuh, Iran terus melakukan pengembangan program penegembangan nuklirnya. ”Iran akan menjadi negara nuklir dan jika Israel menyerang kita, kita akan membalasnya dengan ribuan peluru..” kata Ahmaddinejat di sebuah pidato peringatan 31 tahun Revolusi Islam Iran pada 11 Februari 2010 yang lalu.
Selain melaporkan ke Dewan Keamanan PBB sekuritisasi Amerika serikat terhadap Iran juga dilakukan melalui perundingan multilateral. Perundingan nuklir Iran dengan enam negara lain yaitu AS, Inggris, Perancis, Jerman, China dan Rusia. Perundingan tersebut dilakukan Kazakstan pada pertengahan tahun 2012. Bisa dikatakan bahwa upaya Amerika serikat menanggapi indutri nuklir di Iran ini merupakan upaya pendekatan yang lebih bersifat Smart Power dibandingkan pendekatan yang bersifat Hard Power.
Alasan mengapa Amerika serikat terlihat begitu takut akan perkembangan industri nuklir di Iran, karena senjata nuklir merupakan alat politik yang dapat digunakan oleh sebuah negara untuk mengancam negara lain  dalam proses pencapaian kepentingan nasional suatu negara, atau dapat juga kita sebut sebagai  alat dalam diplomasi internasional. Demikian terlihat jelas bahwa perkembangan senjata nuklir di Iran adalah sebuah ancaman bagi Amerika Serikat khususnya dalam kawasan Timur-Tengah karena akan menaikan prestige Iran dalam kancah politik internasional. Selain itu Iran juga merupakan negara dengan mayoritas muslim syiah yang dikhawatirkan jika perkembangan industri nuklir tersebut membesar akan mengancam negara-negara lain di kawasan Timur-Tengah yang didominasi oleh Islam Sunni, seperti Arab Saudi. Demikian tersebut dapat mendorong negara lain (khusunya yang didominasi oleh sunni) untuk juga memiliki senjata nuklir.
Namun dibalik usaha sekuritisasi Amerika serikat seperti yang telah dijelaskan diatas, dalam pidatonya menurut Barrack Obama jalan damai melalui perundingan dan diplomasi masih menjadi prioritas kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap Iran untuk menyelesaikan perselisihan ini. Negosiasi yang bersifat bilateral maupun multilateral tetap menjadi instrumen primer dalam penyelesaian kasus ini. Namun apabila dalam implementasinya Iran tetap melanjutkan program pengembangan industri nuklirnya yang bersifat ofensif dan demi kepentingan militer untuk mengancam negara lain tersebut, maka Amerika Serikat akan  mengambil segala cara yang dirasa pantas untuk dilakukan guna menghentikan pengembangan industri nuklir tersebut dan tentunya dengan mempertimbangkan semua konsekuensi yang akan didapatnya. Dapat kita lihat dari cuplikan isi pidato Obama diatas, bagaimana Amerika Serikat dengan berbagai tingkah lakunya berusaha memanipulasi realitas dan memberikan stimulus bagi negara lain untuk mengikuti langkah mereka. Amerika Serikat terdengar begitu berupaya untuk menghentikan program indutri nuklir Iran dengan melakukan berbagai cara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar